09 April 2012

PENGALAMANKU BERLATIH YOGA DI BALI SPIRIT FESTIVAL 2011 - 2012


Tri Hita Karana.
Harmoni dengan Tuhan.
Harmoni dengan komunitas.
Harmoni dengan alam.



Bali Spirit Festival adalah ajang pesta pora bagi para pecinta latihan Yoga, tarian dan kesenian, dimana mereka bisa berlatih dan mendapatkan ilmu Yoga dari para guru Yoga yang datang dari berbagai penjuru dunia, menari dengan berbagai musik dan kesenian dari berbagai negara di dunia ini. 

Sudah dua kali saya mengikuti ajang Bali Spirit Festival di Ubud, Bali ini. Di bawah ini, akan saya ceritakan pandangan pribadi saya dan kesan-kesan saya selama mengikuti acara ini. Mohon maaf bila ada pandangan atau kesan saya yang salah. 

Kali pertama adalah pada tahun 2011, dimana saya hanya mengambil program di akhir pekan dari hari Jumat sampai hari Minggu. Karena hanya tiga hari, maka saya hanya bisa belajar dari beberapa instruktur Yoga yang mengajar pada saat itu. Salah satu guru Yoga yang membuat saya terkagum-kagum adalah Cat Alip-Douglas, seseorang yang berasal dari dunia Fashion yang beralih profesi menjadi seorang guru Yoga. Dia telah menyentuh hati saya dengan ajaran Yoganya yang bernama Jivamukti Yoga. Yoga yang diajarkan sangat membumi. Ajarannya yang tak melulu soal spiritual, tapi juga tentang hal-hal populer yang sedang berlangsung saat ini. Mulai dari musik-musik yang dipakai di kelas Yoganya yang sangat kekinian sekali, mulai dari lagu Beatles sampai U2, sampai dengan profil sang gurunya sendiri, yaitu wanita manis dengan tubuh penuh dengan tato. Keren sekali! 
Bahkan di tengah-tengah kelas Yoga pun, dia masih punya kesempatan untuk memijat bahu saya dengan minyak urutnya yang membuat saya menjadi sangat rileks. Tangannya benar-benar ajaib sekali!
Guru lain di kelas Jivamukti Yoga ini adalah Yogeswari Azahar yang sedikit banyak mirip sekali dengan Cat Alip-Douglas. Mulai dari ajarannya yang sangat mengesankan, dan tentunya tangannya yang membekas di bahu saya karena dia memijat bahu saya ketika melakukan pose Yoga terakhir, yaitu Savasana. 
Di kelas Jivamukti Yoga inilah untuk kali pertamanya saya bisa melakukan headstand. Mungkin karena sejak awal, kelas Jivamukti Yoga sudah membekali para muridnya dengan penguatan di bagian kaki, perut dan bahu. Jadi, ketika sudah tiba saatnya melakukan headstand, maka dengan mudahnya kaki akan terangkat keatas, dan perut pun bekerja untuk berbagi beban dengan bahu.... Dan... Saya pun siap terbang melayang ke surganya dunia....
Terima kasih Cat dan Yogeswari! 

Guru Yoga berikutnya yang saya ikuti adalah Twee Merigan. Guru Yoga yang satu ini cantiknya luar biasa, berbadan bagus dan luwes sekali gerakannya. Di Bali Spirit Festival 2011 ini, Twee mengajarkan Prana Flow dimana kita bisa mempergunakan apa yang ada di dalam tubuh kita, termasuk panas tubuh kita, untuk membangun kekuatan kita ketika kita sedang berlatih Yoga. Pada saat itu, Twee sedang mengandung 4 bulan dan badannya tetap bagus! Yang lebih luar biasa lagi adalah bahkan ketika Twee sedang mengandung pun, dia tetap mengajar seperti biasa, tetap melakukan Caturanga, bahkan melompat dari posisi Caturanga. Hebat!
Pada Bali Spirit Festival 2012, walau saya tak sempat masuk ke kelasnya Twee, tapi saya sempat bertemu dengannya, karena memang dia juga masih mengajar di acara tahun ini. Dan sudah bisa ditebak, bahwa tubuhnya tampak makin bagus saja. Satu hal, Twee telah melahirkan anaknya tahun lalu. Yang kedua, saya rasa latihan Yoga lah yang membuat Twee tampak cantik luar dan dalam. Saya kagum betul dengan kecantikan guru Yoga yang satu ini! Saya rasanya ingin bertukar tubuh dengannya. Hahahaha!  

Guru Yoga lainnya adalah Denise Payne yang mengajarkan Yin Yoga. Yoga yang satu ini sangat pelan dan lembut, baik sekali untuk dilakukan untuk pemula, bahkan yang sudah mahir sekali pun. Ajaran Yoga yang satu ini banyak mengajarkan tentang kefleksibelan tubuh kita dan bagaimana kita harus pasrah dan menyerahkan diri kita kepada bumi dan alam semesta. Dengan kepasrahan kita pada alam semesta, maka kita akan semakin santai menghadapi hiruk-pikuknya dunia yang semakin semrawut ini. Gerakan Yoganya sangat rileks, cocok sekali untuk orang-orang yang sudah dalam keadaan terlalu lelah. Masuk kelas Yoga yang satu ini bisa melemaskan otot-otot yang tegang dan kaku. Istilahnya, memijat diri sendiri lah. Hahaha!

Beberapa guru Yoga dari Indonesia yang saya ikuti adalah Pujiastuti Sindhu dan Olop Arpipi.
Pujiastuti Sindhu adalah guru Yoga dari Bandung yang telah menulis buku Yoga juga. Buku Yoga yang dia tulis adalah buku Yoga pertama yang saya miliki. Setelah membeli buku Yoganya, kami pun berhubungan melalui Facebook dan Twitter. Dan pada akhirnya, saya pun bertemu dengannya di Bali Spirit Festival 2011. Ah, senangnya bertemu dengan guru Yoga yang satu ini. Wajahnya sangat lembut, dan senyumnya pun sangat manis. Di kelas Yoga, saya terkagum-kagum dengan lembutnya ajaran yoganya, selembut wajah dan suaranya. Rasanya, saya tidak sedang beryoga, tetapi sedang menari balet di atas matras Yoga saya. Yeah! 

Olop Arpipi adalah seorang pengajar Iyengar Yoga dari Indonesia yang terkenal juga di luar negeri. Kelas Olop selalu penuh! Dan dia mengajarkan Iyengar dengan cara yang menarik sekali. Buat saya, terkadang Iyengar itu membosankan sekali. Pelajaran Iyengar yang terlalu detail dan berhenti agak lama di satu gerakan terkesan lambat dan membosankan untuk saya yang memang menyukai Ashtanga, Anusara dan Vinyasa Flow yang memang mengalir bagaikan air. Tapi di tangan Olop, Iyengar menjadi sesuatu yang lucu dan menarik, sehingga tak terasa bahwa saya sudah menahan gerakan Yoga tersebut selama beberapa saat. Disinilah saya belajar bahwa belajar tentang suatu gerakan Yoga secara detail itu penting agar gerakan Yoga kita benar dan kita pun terhindar dari cedera. Saya pun akhirnya menyukai Iyengar!
Terima kasih, Olop! 

Dan masih banyak lagi guru Yoga di ajang Bali Spirit Festival 2011 ini yang saya ikuti, termasuk kelas Mysore Ashtanga Yoganya Anthonny Prem Carlisi dan Heather Rada Duplex, dan lain-lain yang tidak bisa saya jelaskan disini. Kebanyakan karena lupa di kelas mana saja saya belajar Yoganya. Hahaha! Maafkan saya ya, guru-guru Yogaku tersayang.

Kemudian di tahun 2012, saya pun mengikuti kembali ajang Bali Spirit Festival ini. Kali ini, saya mengikuti seluruh programnya selama 5 hari penuh. Dan ternyata memang benar, bahwa memang sebaiknya mengikuti seluruh program dari acara ini, karena kelas Yoga dari satu guru Yoga akan berlanjut dari satu hari ke hari lainnya. Sama seperti rangkaian suatu siklus, maka ada bagian pembukaan, bagian tengah dan bagian penutup.

Di tahun 2012 inilah, saya banyak menemukan guru Yoga baru yang membawa pencerahan di jiwa saya. Di tahun inilah saya menemukan bahwa saya bisa bersenang-senang dengan Yoga. 



Saya mengawali kelas Yoga di Bali Spirit Festival tahun ini dengan memasuki kelas Tina James dari Jivamukti Yoga. Ya, saya memasuki kelas Yoga ini dengan kenangan lama saya di kelas Jivamukti Yoga tahun lalu. Sebelum saya memasuki kelas ini, saya mengalami kram di perut dan ragu apakah saya bisa melakukan gerakan Yoga atau tidak. Dengan kebulatan tekad yang besar, saya pun tetap masuk ke kelas ini. Tina James membawakan kelas ini dengan caranya yang unik. Ajaran Yoga Tina sangatlah mengalir bagaikan air, dari satu gerakan Yoga ke gerakan yang lain. Dan kejutannya adalah bahwa kram di perut saya pun hilang ketika saya mengikuti kelas ini. Perut saya yang pada awalnya kelihatan sedang marah kepada saya, akhirnya menjadi rileks dan berbaik hati kepada saya. Padahal di kelas Tina James ini, bayak sekali gerakan Yoga untuk perut, mulai dari melipat dan memutar. Dan ternyata perut saya baik-baik saja. Apakah ini keajaiban dari Yoga atau memang Tina James adalah guru Yoga yang handal? Atau memang kedua-duanya? Dan saya percaya akan keajaiban itu!
Dan perut saya pun sangat berterima kasih kepada Tina James!

Kelas selanjutnya yang saya datangi adalah kelas Ashtanga Yoga yang dibawakan oleh Danny Paradise. Danny selalu mengawali kelasnya dengan melakukan diskusi tentang Yoga yang akan dia bawakan. Diskusi ini menarik, karena pengetahuan yang Danny bagi adalah sesuatu yang baru bagi saya. Kelasnya dimulai dengan latihan pernapasan untuk membersihkan tubuh kita dan membuat tubuh kita untuk siap melakukan latihan Yoga. 
Di kelas ini, Danny dibantu oleh 2 orang guru Yoga lainnya yang bertugas membantu para peserta yang ikut untuk melakukan beberapa gerakan Yoga yang agak sulit. Dan saya pun terkesima dengan bantuan dari salah seorang dari mereka, guru Yoga yang cantik dan berambut keriting (maaf saya lupa namanya), yang mampu membangkitkan kepercayaan diri saya untuk melakukan gerakan Yoga yang sulit itu. Dia selalu bertanya: “Apakah kamu mau melakukan gerakan Yoga tersebut? Apakah kamu perlu bantuan saya untuk melakukan gerakan tersebut? Ayo, cobalah dan jangan takut!”
Dari sini, saya belajar bahwa salah satu bagian dari Yoga adalah berbagi dan menolong sesama. Bahagia adalah ketika melihat orang lain bisa melakukan gerakan Yoga yang sulit karena adanya sedikit bantuan dari kita. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, sudah semestinya kita menolong orang lain dan berbahagia ketika orang tersebut sukses karena bantuan kita yang tak seberapa itu.
Terima kasih, guru Yoga yang cantik!

Di hari kedua, saya mengikuti kelas Les Leventhal yang mengajar Vinyasa Flow. Saya mulai jatuh cinta dengan Les ketika mengintip kelasnya di hari pertama. Saya tidak mengikuti kelas pertamanya karena saya mengalami kram di perut. Ketika saya mengintip dari balik jendela kelasnya, entah mengapa saya merasakan adanya panggilan untuk mengenal lebih jauh tentang Les dan belajar Yoga darinya. Dan di kelas Les inilah saya menemukan bahwa pria dengan tubuh sebesar Les mampu melakukan hal-hal yang luar biasa. Tubuhnya kekar dan penuh dengan otot, tapi tubuh tersebut mampu melakukan gerakan-gerakan yang sangat fleksibel. Disinilah saya belajar bahwa dibalik kekuatan, mungkin saja ada kelembutan. Dan begitu juga sebaliknya, di balik kelembutan, mungkin ada ketegaran dan kekuatan. 
Les adalah guru Yoga yang sangat rileks, yang mampu membawakan kelas Yoga dengan santai dan penuh tawa. Kelas Yoganya Les terdiri dari kelas Yoga untuk pemula sampai kelas Yoga untuk yang sudah sangat mahir. Dan bahkan di kelas Yoga untuk yang sangat mahir pun, ketika dia mengajarkan gerakan yang sangat sulit untuk dilakukan, dia masih bisa membuat kita semua tertawa. Dia selalu menanyakan apa kabarnya napas kita, apakah kita masih bernapas atau tidak selama melakukan gerakan Yoga. Ah, ada-ada saja guru Yoga yang satu ini! Hahahaha! Dan akhirnya, latihan Yoga juga terasa lebih menyenangkan untuk dilakukan. 
Les ternyata juga pintar menyanyi. Suaranya yang berat dan dalam akan mengiringi peserta untuk menyayikan lagu-lagu indah di kelas Yoga. Bernyanyi menjadi salah satu hal penting di kelas Yoga, karena dengan bernyanyi, kita melatih pernapasan kita juga yang akan membantu kita untuk berlatih Yoga dan memberikan sensasi rileks ketika akan mengakhiri kelas Yoga. 
Les juga mengajarkan untuk memberi perhatian dan mencintai bagian tubuh kita yang paling lemah dan yang pernah cedera. Saya pun jadi belajar, bahwa di kehidupan saya, saya harus memberikan perhatian yang lebih kepada sesama yang lebih lemah, lebih kurang daripada saya dan yang pernah terluka dan juga mencintai mereka dengan segala kelemahan dan kekurangan mereka dan segala luka yang pernah mereka alami.
Terima kasih, Les!



Selanjutnya, saya mengikuti kelas Yoga yang diajarkan oleh Eoin Finn yang mengajar Bliss Yoga. Secara tak sengaja, saya masuk kelas ini, dan kemudian jatuh cinta dengan cara mengajar Eoin Finn yang sangat humoris sekali. Melihat wajahnya saja, saya sudah mau tertawa. Entah mengapa, dia mengingatkan saya kepada Dustin Hoffman dan senyumnya yang kocak itu. Sesekali Eoin akan melakukan gerakan Yoga yang lucu sekali sehingga membuat para peserta tertawa terbahak-bahak, atau melakukan gerakan di luar Yoga yang memang hanya untuk membuat para peserta tertawa dan menjadi santai dalam melakukan gerakan Yoga selanjutnya. 
Eoin Finn juga mengajarkan bahwa gerakan Yoga kita sangat menyatu dengan alam semesta. Sehingga, diantara ajaran-ajaran Yoga yang diberikan oleh Eoin, pasti terselip kata-kata indah tentang alam semesta. Dari kelas ini, saya belajar, bahwa kalau kita mencintai alam semesta, alam semesta pun akan berbaik hati kepada kita dan mencarikan jalan untuk kita kemana kita harus pergi. Ikuti kata hatimu, begitulah apa yang Eoin katakan. 

Di hari ke tiga, saya mengikuti kelas Purna Yoga yang diajarkan oleh John Ogilvie. Sesuatu yang lucu terjadi dengan pertemuan saya dengan John. Kelas John kali ini adalah kelas paling pagi, yaitu sekitar jam 8 pagi. Karena masih pagi, maka kebiasaan saya adalah jalan-jalan dahulu mengunjungi semua kelas Yoga satu persatu untuk merasakan aura dari kelas-kelas tersebut, apakah cocok dengan jiwa saya atau tidak. Ketika saya berada di belakang kelas John untuk sekedar mengintip, John dengan senyumnya yang manis mengajak saya untuk bergabung di kelasnya dan mengisi salah satu bagian di depan yang masih kosong. Saya pun berterus terang bahwa saya hanya mau melihat kelasnya dulu, sambil melihat kelas yang lain. Itulah yang saya kerjakan kemudian, yaitu jalan-jalan ke kelas lain hanya untuk sekedar mengintip. Apa yang terjadi kemudian? Saya pun kembali ke kelas John, lalu bergabung di kelasnya! Dimanakah saya berada ketika berlatih di kelas John ini? Tepat di bagian depan yang masih kosong, yaitu tempat yang pada awalnya John berikan untuk saya ketika saya masih mengintip kelasnya. Ah, apakah ini suatu keajaiban atau suatu kebetulan? Saya percaya, kalau memang tempat itu adalah tempat kita, maka tak akan seorang pun yang bisa mengisi tempat itu kecuali kita. Di kelas inilah saya merasa benar-benar dipanggil dan disiapkan tempatnya. Percaya atau tidak! 
Kelasnya John yang bernama Purna Yoga ini ternyata menarik sekali! Semua hal adalah tentang teknik! Semua gerakan Yoga pasti ada tekniknya, dan di kelas Purna Yoga inilah semua teknik akan diberikan, agar kita sampai ke gerakan Yoga yang  benar. 
Disinilah saya belajar bahwa di kehidupan saya, pasti saya ingin mencapai apa yang saya inginkan, dan kalau perlu sampai ke tujuan yang saya mau dengan cepat. Tapi terkadang saya lupa, bahwa semuanya ada caranya dan tekniknya. Kalau saya melakukannya dengan benar, maka tujuan saya akan terasa lebih bermakna daripada ketika saya sampai di tujuan dengan cara yang tidak benar.
Terima kasih, John, untuk filosofi yang begitu mendalam di benak saya. Terima kasih juga buat alam semesta yang mengamankan tempat untuk saya beryoga di kelasnya John Ogilvie ini! 

Kelas selanjutnya adalah kelas Yoga yang diajarkan oleh Erica Mather. Dia adalah salah satu guru Yoga wanita yang luar biasa, karena dia mengajarkan para peserta bagaimana caranya untuk bertumpu dengan ke dua tangan kita saja! Iya, tangan jadi kaki, kaki jadi tangan! Bahkan kaki kita bisa melayang ke mana pun kita mau! Terbang, terbang dan terbang! Kelasnya benar-benar menguras keringat, terutama ketika Bali sedang berada dibawah teriknya matahari. Kelas Yoga yang satu ini terasa benar-benar menantang keberanian kita untuk melakukan hal-hal yang berada diluar pikiran kita. Lakukan saja dan terbanglah! Hal yang gila, tapi mengasyikan! 
Terkadang, di dalam hidup saya, saya memang perlu melakukan hal-hal yang diluar rencana dan pikiran saya, dan mungkin terkesan gila, hanya untuk sekedar menantang diri saya sendiri. Ini semua agar hidup terasa ada gairahnya! Bosan juga kan kalau melakukan segala sesuatu yang sama dari hari ke hari.
Terima kasih, Erica, untuk sumbangan enerjinya yang luar biasa itu! 

Saya sempat mengintip sebentar ke kelasnya Carlos Pomeda, seorang pakar filosofi Yoga. Masuk ke kelas beliau ini haruslah dengan pikiran terbuka, karena diskusi yang akan disampaikan oleh Carlos akan sangat banyak mematahkan beberapa filosofi Yoga yang sudah umum dikenal orang. Kelas dari Carlos sendiri adalah olah otak, jadi benar-benar membuat kita berpikir lebih jauh tentang Yoga dan filosofi yang sebenarnya. Hal-hal menarik banyak terungkap di diskusi yang dibawakan oleh Carlos, mulai dari dasar dari Yoga itu sendiri, hubungannya dengan seks, dan lain-lain. Cukup menarik untuk orang-orang yang tertarik mengulik Yoga tidak hanya dari prakteknya saja, tapi juga sesuatu hal lain dibalik filosofinya yang mendalam itu. 

Di hari ke empat, kelas pertama saya sangat menantang sekali! Beryoga bersama Gina Caputo! Kesan saya terhadap Gina adalah kepribadiannya yang unik, terbuka dan ceria. Dia lucu dan terkadang gila! Hampir disetiap perpindahan gerakan Yoga, selalu saja ada lelucon yang membuahkan tertawa. Bukan tertawa biasa, tapi tertawa terbahak-bahak! Enerji dari Gina sudah sangat tinggi sekali, sehingga para peserta pun sudah bisa merasakan aliran enerjinya. Saya pikir, tanpa melakukan pemanasan pun, saya sudah panas melihat Gina. Hahaha! 
Di kelas ini, Gina mengajarkan kita terbang dengan bertumpu pada dua tangan kita. Iya, judul kelasnya saja: Yogi Airlines – Flight 1008. Ampun! Hahahaha! Awalnya, Gina akan menguatkan perut kita dulu, sebagai sarana dan sumber keseimbangan kita. Setelah itu, barulah kita bisa terbang! Kenapa kita bisa terbang? Karena perut kita sudah kuat! Yang membawa kita terbang tidak hanya tangan dan bahu, tapi juga perut yang kuat! Membagi beban tubuh kita mulai dari kepala, bahu, tangan, perut dan kaki juga lah yang akan membawa kita terbang melayang ke nirwana.  
Dari sini saya belajar bahwa satu sumber kekuatan itu memang bagus, tapi kalau sumber kekuatan itu jumlahnya banyak dan bekerjasama satu sama lain, maka hasilnya akan luar biasa! 
Terima kasih, Gina, untuk kelas yang sangat menantang! Dan terima kasih juga telah menjadi pribadi yang ceria. Ceria itu ternyata seksi! 

Kelas selanjutnya adalah kelas tarian dari Africa Barat. Saya masuk kelas ini karena hasutan sebagian teman-teman yang mengajak saya masuk ke kelas ini. Hahaha! Pada awalnya, saya ragu untuk masuk ke kelas ini. Pertama, saya memang tidak bisa menari. Koordinasi di tubuh saya tidaklah bagus, sehingga saya kurang bisa mengikuti gerakan-gerakan tari yang begitu cepat. Karena itulah saya memilih Yoga sebagai olahraga saya! Kedua, saya kan mau beryoga di Bali Spirit Festival ini, lalu buat apa saya mesti menari segala? Istilahnya, jangan mempermalukan diri sendirilah. Hahaha! Tapi, tarikan enerji dari kelas ini sangatlah kuat. Musiknya yang berasal dari alat musik pukul ini bergema di kuping saya dan menarik saya untuk memasuki kelas ini. Akhirnya, saya pun berada di dalam kelas ini! Dan saya pun bergoyang mengikuti arahan sang guru tarinya, Aby Niang. Seluruh tubuh saya tak mau berhenti menari. Saya keasyikan sendiri bergoyang-goyang mengikuti irama musiknya. Aaaahhhh! Nikmatnya tiada tara! Tubuh saya pun berkeringat luar biasa, walau kaki juga rasanya pegal luar biasa. Hahaha! Tapi apalah artinya sakit di kaki, kalau hati saya senang dan bahagia? Hahaha!
Kelas tarian ini ditutup oleh sumbangan tarian dari sebagian para peserta yang melakukan tarian dengan gaya mereka masing-masing. Semua menjadi gila dengan gaya tarian mereka sekali, tapi tarian mereka justru bagus-bagus! Ekspresi mereka tercermin dari tarian yang mereka bawakan. Asyik, gila, dan seksi!   
Kadang-kadang, di dalam kehidupan saya, keramaian dan kegilaan memang mengasyikkan, membahagiakan dan menambah gairah hidup! Yeah! 
Terima kasih, Aby Niang dan Hamanah Dance and Drum, yang sudah memberikan sensasi yang berbeda di luar latihan Yoga. Kalian memang luar biasa!

Kelas lainnya adalah AcroYoga yang dibawakan oleh duo Pau Castellsague dan Alexandra Ruiz. Ale yang manis dan genit, dan Pau yang nakal membuat pasangan ini menjadi tim yang kocak. Sumpah, pasangan ini sangatlah enak untuk dilihat. Cocok dan pas banget nakal dan genitnya. Hahaha! 
Kelas ini diawali dengan duduk di pangkuan peserta yang lain, dan dilakukan secara bersama-sama dalam lingkaran. Karena ini soal kerjasama tim, maka ketika satu peserta jatuh, maka yang lain pun jatuh bersama-sama. Hahaha! Gerakan awal lain adalah para peserta harus melakukan latihan menyetir peserta yang lain sambil menutup mata dan memutari lapangan rumput tempat kita berlatih AcroYoga ini. Entah kenapa, karena saya rasa hal ini lucu, maka saya pun tertawa terbahak-bahak selama disetiri oleh peserta yamg lain. Entah kenapa, Pau pun tiba-tiba menangkap pergelangan kaki saya ketika saya sedang disetiri oleh peserta yang lain. Saya pun kaget, membuka mata dan tertawa lagi. Entahlah siapa yang gila, saya atau Pau. Hahaha! 
AcroYoga adalah latihan yoga berpasangan, dimana ada orang pertama yang mengambil posisi di bawah sebagai yang menjadi dasar dan ada orang ke dua yang mengambil posisi di atas sebagai yang menjadi orang terbang. Kadang-kadang ada orang ke tiga dan ke empat yang akan mengambil posisi sebagai penjaga, untuk menjaga agar orang pertama dan ke dua tidak salah dan tidak jatuh dalam melakukan gerakan AcroYoga.
Kelas AcroYoga ini kelihatannya gampang, tapi ternyata susah ketika dikerjakan. Orang pertama yang menjadi dasar harus menahan tubuh dari orang ke dua yang bertumpu di tangan dan telapak kaki orang pertama. Sedangkan orang kedua harus menjaga keseimbangannya agar bisa terbang melayang diatas orang pertama tanpa harus memberikan beban terlalu besar kepada orang pertama. Kedua orang ini haruslah memiliki koordinasi dan komunikasi yang baik. Kalau tidak, maka keduanya akan jatuh terjerembab ke tanah! Oleh karena itu, orang ketiga dan keempat terkadang diperlukan untuk menjaga mereka. Kalau pun orang kedua jatuh, maka ada dua orang lainnya yang akan menangkap dia supaya tidak tejerembab ke tanah. 
Buat saya, menjadi orang pertama yang menjadi dasar adalah hal yang sulit. Karena pergelangan kaki saya lemah dan kurang bisa menahan berat badan orang lain di kaki saya. Tapi dengan dorongan peserta lain yang memotivasi saya untuk mencoba menjadi dasar dan bantuan mereka untuk menahan berat badan orang kedua sehingga tidak membebani kaki saya terlalu banyak, akhirnya saya pun mampu melakukannya, walau dengan kaki yang gemetaran. Yeah!
Dari sini saya belajar bahwa saya mempunyai banyak kekurangan, dan saya sangat memerlukan orang lain untuk melengkapi kekurangan saya. 
Terima kasih, Ale dan Pau, yang telah membukakan mata saya akan kekurangan saya dan butuhnya saya akan adanya pelengkap di hidup saya, sehingga kekurangan saya tertutupi. 



Di hari kelima alias hari terakhir, saya hanya melakukan satu kelas, tapi satu kelas ini adalah penutup yang mematikan. Nama kelasnya adalah Yogamala, dimana peserta diajak untuk melakukan 108 kali putaran dari gerakan Sun Salution yang dipandu oleh seluruh guru Yoga yang mengajar di Bali Spirit Festival 2012 ini, yaitu: Daniel Aaron, Gina Caputo, Copper Crow, Eoin Finn, Tina James, Govinda Kai, Les Leventhal, Simon Low, Leza Lowitz, Twee Merigan, Danny Paradise, Rebecca Pflaum, Louisa Sear, Ronan Tang, Daphne Tse dan Punnu Wasu
Untuk bisa membayangkan betapa mematikannya kelas Yoga yang satu ini, mari saya gambarkan satu putaran dari Sun Salutation ini, yaitu: tangan ke atas, kemudian melipat tubuh ke bawah, lalu melakukan gerakan V terbalik, lalu ke posisi papan, kemudian push up, lalu ke posisi menaikkan dada keatas, lalu kembali ke posisi V terbalik, lalu lompat dan kembali lagi ke posisi tangan diatas dan ditutup dengan posisi berdiri tegak dengan tangan disamping. Itu baru satu putaran ya. Dan para peserta harus melakukannya sebanyak 108 kali. Bisa dibayangkan betapa pegalnya bahu, perut dan pantat ketika selesai melakukan kelas yang ini.  
Tapi, pada prakteknya, kelas ini tidak terlalu mematikan kok. Hahaha! Karena kelas ini diiringi oleh musik yang dimainkan oleh John deKadt, dan para guru Yoganya lebih banyak bercanda dan mengajak para peserta untuk menari, sehingga kelas yang mematikan ini juga menjadi kelas yang mengasyikkan! Di kelas ini, saya tidak berhenti mengikuti semua putaran sebanyak 108 kali sampai selesai, tentunya sambil ikut menari dan menyanyi. Yeah! 
Setiap guru Yoga mempersembahkan Sun Salutation mereka untuk berbagai hal yang berbeda sesuai dengan keinginan mereka. Ada yang mempersembahkan untuk diri kita sendiri sehingga kita menghargai diri kita sendiri, ada yang mempersembahkan untuk orang yang kita cintai, ada yang mempersembahkan untuk guru-guru Yoga kita, dan lain-lain. Di tengah-tengah kelas ini, ketika salah seorang guru Yoga mempersembahkan Sun Salutationnya untuk orang tua kita, tiba-tiba saya merasa tersentuh dan menitikkan air mata dan kemudian menangis. Dan ternyata peserta yang berada di sebelah saya pun ikutan menangis. Ah, ternyata kami bertiga sedang memikirkan orang tua kita. Iya, saya sayang pada kalian, Mama dan Papa ku. Dan saya sangat berharap bahwa enerji dari Sun Salutation yang saya lakukan dapat menyembuhkan penyakit Papa dan Mama saya. Amin! 
Kelas ini ditutup dengan Pengobatan Chakra dengan menyanyikan Mantra Penyembuh dengan duduk berkeliling dalam satu lingkaran. Bagi peserta yang merasa bisa menyembuhkan, mereka dipersilahkan duduk sambil berdoa dalam nyanyian dan meminta penyembuhan bagi siapa saja yang sakit. Bagi peserta yang merasa sakit atau mau menjadi perantara pengobatan bagi orang-orang yang mereka kasihi yang sedang sakit, maka mereka dipersilahkan untuk berbaring di tengah lingkaran dan pasrah untuk menerima pengobatan dari orang-orang yang duduk di lingkaran. Ritual ini sangat emosional sekali. Kami tidak mengenal satu sama lain, namun mau menyebuhkan satu sama lain dan pasrah menerima pengobatan dari yang lain. Ajaib dan mengagumkan! 
Di sesi ini, saya melihat ada seorang peserta yang berada dalam posisi duduk menelungkup seperti bayi. Tiba-tiba saya tergerak untuk memberikan pijatan di bahu, punggung dan kepalanya. Dia pun pasrah menerima pengobatan dari saya dan menikmatinya. Saya merasa sangat tersanjung atas penerimaan dan kepasrahannya. Tidak semua orang mau dipegang, dipijat dan diobati.
Di kelas paling terakhir pun, yaitu kelas Thai Massage yang diajarkan oleh Gwyn Williams, kami harus memijat peserta yang lain secara bergantian dengan menggunakan metode pemijatan ala Thailand. Yang memijat harus benar-benar memberikan pijatannya dengan kasih sayang, cinta dan doa agar yang dipijat sembuh. Dan yang dipijat pun harus pasrah menerima pijatannya dan percaya bahwa pijatannya akan memberikan kesembuhan. Di sesi ini, saya tertidur! Mungkin karena kelelahan, mungkin juga karena yang memijat saya cukup mahir memijat. Inilah bukti betapa ajaibnya nilai kepasrahan dan kepercayaan yang kita berikan ke orang lain! Kita tidak kuatir dan tidak waswas, malah bisa tertidur pulas! Hahaha! 

Guru-guru Yoga diatas adalah sebagian kecil dari guru-guru Yoga di Bali Spirit Festival yang saya ikuti. Saya tidak bisa menceritakan semuanya karena saya tidak ingat lagi. Saya rasa, lima hari beryoga tidak lah cukup untuk menimba ilmu dari para guru-guru Yoga yang semuanya hebat ini. Mereka semua mempunyai keahlian dan keunikan sendiri, sehingga tak adil rasanya bila saya membandingkan satu guru Yoga dengan guru Yoga lainnya. Yang saya bisa lakukan hanyalah membuka pikiran saya untuk mengenal dan menerima ajaran mereka semua. Dan saya merasa bersyukur dan bangga bisa belajar dari para guru-guru Yoga yang hebat ini!
Terima kasih buat para guru-guru Yoga, baik di masa lalu maupun di masa sekarang, yang telah mengajarkan Yoga kepada saya dan segala filosofi di balik itu semua. Yoga telah membuat saya menjadi manusia yang lebih baik dan saya pun jadi lebih menyadari tentang siapa saya sebenarnya dan apa saja kekurangan dan kelebihan saya.    

Salah satu pengajar Yoga yang saya lupa namanya mengatakan bahwa Yoga itu menyenangkan dan harus menjadi sesuatu yang menyenangkan! Yoga tidak boleh dibawa terlalu serius, karena Yoga memang seharusnya membuat kita nyaman dan membawa kebahagiaan bagi para pelakunya. Kalau mau serius, sebaiknya kita kembali ke kantor dan mengerjakan tugas kita disana atau mengurus persoalan pajak kita. Hahaha!   
Yoga memang tidak boleh dipaksakan di tubuh kita. Kalau tidak bisa melakukan gerakan Yoga hari ini, mungkin bisa mencoba gerakan tersebut besok atau dilain hari. Jangan dipaksa! Kita harus selalu mendengar tubuh kita dan apa yang tubuh kita rasakan. Selalu ada hari esok untuk melakukan gerakan Yoga tersebut. Coba dan coba lagi!   

Seluruh rangkaian pengalaman di Bali Spirit Yoga 2011 dan 2012 ini membuat saya belajar bahwa saya harus memberikan kembali apa yang sudah saya ambil. Saya sudah mendapatkan ilmu Yoga dari berbagai guru Yoga yang hebat. Dan saya harus memberikannya lagi kepada yang lain. Mungkin caranya dengan memberikan pengobatan dan kenyamanan kepada sesama, atau berbuat kebaikan bagi sesama atau mungkin suatu saat, saya akan menjadi guru Yoga bagi yang lain. Doakan saja agar cita-cita ini tercapai. 

Namaste!