21 March 2004

TOUR DE KOPI - 20 Maret 2004

Akhirnya, pada hari Sabtu (20 Maret 2004), saya berhasil merealisasikan mimpi buruk saya….yaitu tour ngopi di seputaran Jakarta. Mimpi buruk ini mampu di realisasikan karena ajakan Imelda waktu acara ketemuan sama Peter Pramono di Resto Ikan Tude. Imelda ini ternyata diam-diam ternyata juga kopi mania
Cuman waktu mau melaksanakan tur ini, saya udah panik duluan. Duh, gak ngebayang deh gimana pusing nya kepala di hantam sama kopi seharian. Lho, padahal saya ini khan meng-klaim diri sendiri sebagai pecinta kopi...gak bisa hidup tuh tanpa kopi sehari saja...ceeeiiileeee....
Tapi apa boleh buat, janji harus ditepati, dan sekalian ngetes seberapa kuat ketahanan tubuh saya terhadap si kopi ini.

Saya dan Imelda janjian untuk ketemu di:

Kedai Kopi Phoenam – Coffee Shop & Restaurant
Jl. KH. Wahid Hasyim No. 88
Jakarta
Tel: 021-3192-4369

Waktu itu, kayaknya saya deh yang pertama kali datang.
Kedai Kopi Phoenam (KKP) ini rupanya memang suasananya sangat kedai sekali. Very simple...sebuah ruangan yang di kasi meja kaca dan kursi rotan. Sangat bersih deh. Ketika kita masuk, di sebelah kanan itu ada meja bar yang berfungsi sebagai receptionist merangkap kasir dan pas disebelah nya itu ternyata dapurnya. Wah...menarik nih.

Ketika saya tanyakan kepada waitress jenis minuman kopi apa saja yang menjadi andalan dan favorit di KKP ini, sang pelayan yang manis itu pun menjawab Kopi Susu Phoenam. Lalu saya pun memesan kopi susu ini sambil menunggu Imelda yang terkena macet. Karena dapurnya yg kelihatan jelas, karena ada di sebelah bangku saya, saya pun dapat melihat proses pembuatan kopi susu yg saya pesan. Kopi Toraja Makassar di seduh dengan air mendidih. Waktu di saring, letak saringan yg mirip kaos kaki itu – saking panjangnya – agak jauh dari gelas tempat menampung air hasil saringan. Proses seperti ini dilakukan bolak balik – bolak-balik disaring – mungkin sampe 4 atau 5 kali. Abis itu kopi yg telah disaring ini dicampur dengan susu kental manis nya Carnation dan hasil adukan kopi dan susu ini di tuang ke gelas lain dengan cara gelas yg berisi kopi dan susu ini diangkat tinggi-tinggi lalu dituang ke gelas lain...persis kayak bikin teh tarik...tapi sekali tuang saja, sehingga menghasilkan kopi susu dengan busa yg banyak dan meriah euyyy!!!!! Busanya persis busa sabun deterjen lho. (Ini berarti teori crema nya Adi si peminum kopi dan si tukang masak gak berlaku ya...)

Rasa dari kopi susu ini sangat enak. Kopinya masih terasa dan terasa sekali kalo manisnya minuman ini berasal dari susu kental manis nya. Busanya itu lho yg bikin kaget.....tebel amat kayak busa deterjen.

Sambil nungguin Imelda, waktu saya melihat sekeliling, ternyata para tamu yg datang ke sana adalah orang-orang – waktu itu laki-laki semua – yg memang mau santai dan duduk ngobrol dengan teman-temannya serta ngopi-ngopi sambil ngomongin soal bisnis. {Gak usah saya kasi tau khan jumlah nominal rupiah yg mereka bicarakan :)))))) }
Jauh lah dari model kedai kopi di mal atau plaza yg most of the guests yg datang kesana itu kemungkinan hanya untuk ’melihat dan dilihat’.

Ketika Imelda datang, dia pun mencoba minuman yg sama. Waktu liat di list menu, ternyata specialties lain dari KKP ini adalah roti bakar. Akhirnya kami memesan juga roti bakar di KKP ini. Kami makan dua roti bakar, tapi yang paling saya ingat adalah Roti Bakar Sardencis. Enak lho....
Secara garis besar, pembuatan roti bakar disini cukup sederhana. Bahan untuk isi, yaitu sarden, di panasin atau dimasak dulu, abis itu ditaruh di atas roti yang sudah dibakar, lalu ditutup roti lagi. Bentuk rotinya mirip roti bakar Eddy lah.

Kami pun sempat ngobrol-ngobrol dengan salah satu pemilik KKP ini, yaitu Pak Afu. (Awalnya sih pake alasan hanya mau menyampaikan titip salam dari Pak Henry Dharmawan yang mau buka cabang KKP ini di Kemayoran. Hehehehe....)
Kata Pak Afu, andalan dari KKP ini memang kopi dan roti bakar. Kopi yg dipakai KKP ini memang kopi Toraja dari Makassar, yg kata beliau belum ada yg ngalahin dalam soal rasa. Di KKP ini ternyata juga menjual – dalam kiloan atau gram - kopi bubuk Toraja (Arabika, Robusta dan special) dan juga teh. Teh dan kopi ini langsung dikirim dari pabrik yang dirahasiakan namanya di Makassar.
Ketika ditanya mengenai konsep dari KKP ini, Pak Afu ternyata lebih senang bila konsep KKP dikategorikan sebagai warung. Wah....humble sekali ya Pak Afu ini.
Ternyata, Pak Afu ini juga tidak segan-segan lho untuk turun tangan melayani para tamu, terutama teman-teman dekatnya. Saya lihat beliau beberapa kali ke dapur hanya untuk membuatkan kopi teman-temannya.

Oh ya, bagi yang udah pusing kena kopi, disini juga tersedia air putih yang free refil dan dibandrol cuma Rp 500 saja.

Overall, makanan dan minuman di KKP ini sangat terjangkau, karena semuanya dibandrol antara Rp 5,000 sampai Rp 12,000. Jadi, kalau memang kita mau minum kopi tapi bukan kopi ala kafe, jadi kopi ala warung tapi udah upgrade dikit, yah tempat ini memang a place to go lah. Tempatnya juga OK kok kalo buat ngobrol, walaupun tempat nya ini tidak semegah cafe-cafe tempat ngopi pada umumnya. Ah, udah lah, ngopi dimana aja OK khan....

KKP ini juga buka cabang di Plaza Mandiri yg di Jl. Gatot Subroto, dan 2 cabang lagi ada di Makassar, yaitu di Ruko Topas dan di Jl. Jampia.

Setelah puas makan dan minum di KKP, kami pun mampir sebentar ke Bakoel Koffie (BK) di Jl. Cikini Raya No. 25, sekedar untuk melihat bentuk dan suasana kedai ini. Tempat nya bagus dan cozy ya, karena di sini anda akan banyak menemukan sofa dan permainan semacam catur, dll. Jadi, kalo lagi bete, bisa kok nyantai sambil main halma di kedai ini. Tapi, coba lihat bangunannya deh....kuno banget, persis seperti bangunan jaman Belanda yang ada di daerah Kota. Wah, unik sekali ya...

Lalu setelah nengok-in BK di Cikini, kami pun bertandang ke BK yang terletak di:

Bakoel Koffie
Jl. Barito II / No. 11 A
Kebayoran Baru
Jakarta
Tel: 021-722-8353
www.bakoelkoffie.com

Sebetulnya, BK yang pengen saya tuju itu yg ada di Jl. Kemang Raya, yaitu BK yg terdiri dari 2 lantai, dan di lantai 2 nya itu kita bisa leyeh-leyeh karena banyak sofa nya. Tapi kok nyasar ke yg di Barito ya. Wah, udah agak pusing kena kopi kali ya. Hehehehehe….. Ternyata, BK yg ada di Barito ini merupakan kantor pusat dari seluruh BK yang ada di Jakarta. Wah, kalo gitu nyasarnya saya OK juga ya.

BK di Barito ini cuma satu lantai (sebetulnya 2 lantai, tapi lantai 2 itu dipakai untuk kantor) dan agak kecil, yah muat 6 atau 7 meja lah ditambah dengan bar kopinya. Di daerah belakang, BK ternyata menyimpan mesin untuk nge-roast biji kopinya. Kata barista disini, hanya beberapa kedai di Jakarta yang punya mesin seperti ini. Mesin nya gede banget. Kita bahkan sempet dikasi tau gimana cara nge roast pake alat ini. Wuih, exciting banget! Simple sih, tapi kalo gak pake feeling, tetep aja gosong jadinya.
BK juga menjual beberapa alat untuk bikin kopi, seperti coffee press, pembuat kopi ala Vietnam, etc. Harganya juga reasonable kok. Saya juga sempet dikasi tau cara bikin kopi Vietnam pake alat yang ada di BK ini. Sekali lagi, exciting banget, udah kayak barista beneran.

Untuk soal kopi, kami di kasi tau oleh barista di BK ini bahwa BK punya 3 macam biji kopi, yaitu Heritage 1969, Black Mist dan Brown Cow.
Heritage 1969 ini, ketika saya cium, aroma nya kuat sekali. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sumatra Utara yg terkenal dengan aroma nya yang kuat dan kopi yang diambil dari Sumatra Selatan yang terkenal dengan rasanya yang bittersweet.
Brown Cow, ketika saya cium, aromanya agak-agak antara kuat dan mellow. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sumatra Utara dan Jawa.
Sedangkan Black Mist, di hidung saya kok baunya lembut amat ya. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sulawesi dan Jawa.

Setelah melihat-lihat papan tulis yg dijadikan sebagai menu, maka saya memilih kopi Turkish, sedangkan Imelda memilih Black Koffie.

Kopi Turkish yang saya pesan adalah kopi Black Mist yang direbus...ya...direbus sama air tentunya, lalu di saring. Ketika masih panas, aroma dari kopi ini tidak tercium dengan jelas. Tapi anehnya, kalo kita sabar menunggu sampai kopi ini dingin, maka aroma nya akan tercium, harum sekali.

Sedangkan Black Koffie-nya Imelda sangat heboh baunya. Kopi yang dipakai adalah Heritage, dan baunya itu lho....harum-harum mengepul di hidung. Wuah...asik banget.

Overall, 2 minuman ini di bandrol seharga Rp 25,000.

Kami juga sempat ngobrol-ngobrol sama yang punya BK ini, yaitu Mas Hendra Widjaja. (Seperti di KKP, awalnya pake alasan mau menyampaikan salam dari Adi si tukang masak yg merupakan reguler guest dari BK ini. Hehehehehe...alasan aja lo Trid!!!!)

Mas Hendra merupakan generasi ke 4 dari keluarga Tek Sun Ho, pendiri BK. BK sendiri didirikan tahun 1878. Duh, jaman dulu banget ya!
Banyak juga yang kami obrol kan. Termasuk tentang asal muasal nama Bakoel Koffie. Ini rupanya berakar dari bakul nya sang mbok-mbok penjual kopi (makanya simbol dari BK adalah mbok-mbok yang lagi manggul bakul) yang termasuk pemasok utama Toko Kopi Tek Sun Ho pada jaman itu yang masih beralamatkan di Jl. Hayam Wiruk di Jakarta. Lalu ejaannya – Bakoel Koffie – yang merupakan ejaan lawas banget yang menandakan bahwa pada jaman itu Belanda masih bercokol. Mmm...interesting ya.
Dari sini juga ternyata Mas Hendra belajar tentang perkopian. Ya itu, dari kecil sudah nemenin bapak ibu serta kakek nenek untuk mengolah kopi. Lama-lama khan pengetahuan dan kesensitifan terhadap kopi bisa makin advanced.

Mas Hendra menerangkan bahwa biji kopi yang dia pakai di BK adalah biji kopi pilihan yang diambil dari pabrik yang namanya di rahasiakan yang merupakan langganan BK ini. Si Mas Hendra ini, walaupun percaya dengan pabrik langganannya ini, ternyata tetap saja mengetes setiap kiriman biji kopi yang datang dengan indra penciuman dan pengecapnya yang sensitif terhadap kopi itu. Dia memang kelihatannya tidak mau main-main dalam urusan kwalitas dari kopi yang dipakai di kedainya. Dan untuk untuk menjaga kualitas dari kopi di BK, Mas Hendra bilang semua biji kopi yang di pakai di BK itu fresh. Dan kira-kira setelah 2 minggu or so, biji kopi yang tidak terpakai akan di singkirkan. Beliau juga keberatan bila kopinya di jual bebas di supermarket. Kata beliau: ”Nanti gak eksklusif lagi dong.”
OK deh.

Saya juga agak impressed ya ketika Mas Hendra bilang bahwa beliau mau mempertahankan BK yang di Cikini karena struktur bagunannya yang masih konstruksi jaman dulu banget. Ketika memutuskan untuk buka BK di sini, beliau bilang bahwa interior maupun eksteriornya masih asli dari bangunan lama, hanya sedikit saja yang diganti, karena beliau ingin mempertahankan ciri asli dari bangunan ini.

Selain di Barito dan Cikini, BK juga buka cabang di Pondok Indah Mall.

Ketika asik ngobrol-ngobrol, tiba-tiba saya dapat telpon dari Tiur yang mau gabung. Akhirnya, setelah Mas Hendra pamit mau ke tempat lain (bete ya, Mas, ngobrol sama 2 orang yg cerewet nanya melulu....heheheheheee.....) dan Tiur sampai di BK, maka kami memutuskan untuk melanjutkan tur ke Tornado Coffee (TC), tempat yang pernah dikunjungi beberapa anggota JS ketika kopdar dengan Tante Lim Kim Soan.

--------> Dalam perjalanan dari BK ke TC, kepala saya kok sudah mumet ya. Wah, efek kopinya mulai muncul nih. Kepalanya sih gak nyut-nyutan banget, tapi kok sedikit cenat-cenut ya? (Lho...apa bedanya sih???)
Jangan-jangan saya kurang minum air putih dan belum makan ya.

Tornado Coffee
Jl. Bangka Raya No. A3
Jakarta
Tel: 021-7179-2662
www.tornadocoffee.com

TC ini terbagi dua, yaitu bagian luar dan dalam. Di bagian luar di teras depan, yaitu beberapa bangku dan meja, bersisian dengan tempat parkir mobil, adalah tempat ngopi bagi para perokok. (Mmm..kayaknya asap rokok bisa bergabung sama asap mobil nih. Hehehehheee.....) Sedangkan yang gak suka asap rokok bisa ngopi di dalam.

Ketika kami sampai di TC, kami langsung di sambut oleh Mas Herson, sang pemilik TC. Memang dari awal saya udah bilang sama beliau bahwa kami-kami ini mau datang, supaya bisa puas ngobrol.

Ketika di persilahkan untuk memesan minuman, saya langsung memesan Tornado Blend rasa Mocha yang merupakan salah satu Cold Specialtiesnya TC. Saya memang waktu itu perlu yang seger-seger, biar mumet 7 kelilingnya hilang. Minuman ini katanya sih house spesialnya TC yang terbuat dari espresso yang diatasnya dikasi whippied cream. Minuman ini seger dan yah....mumet nya sempet hilang sih. Apalagi dapet air putih segelas gede, gratis pula.

Minuman saya ini di bandrol seharga Rp 20,000.

Setelah minuman datang, saya mempersilahkan Imelda dan Tiur untuk meng-interogasi Mas Herson. Kalo saya, cukup sebagai pendengar saja. Walau juga nanya dikit-dikit, sebenarnya saya udah agak familiar dengan isi kuliah nya Mas Herson mengenai kopi. Khan udah pernah liat bareng JS. Oh ya, Mas Herson ini, atas petunjuk dari saya (kayak Pak Harto aja), pernah di wawancarai oleh Women Radio lho untuk topik talk show mereka tentang kopi.

Isi dari interogasi Imelda dan Tiur asik juga sih untuk diikuti. Mulai dari pemilihan nama Tornado. Kenapa? Ya karena Mas Herson ingin nama kedainya di ingat orang dan gak susah untuk di hapal. Lalu Mas Herson juga menerangkan proses pemilihan biji kopi untuk TC dan cara membuat kopi yang baik, termasuk cara bikin kopi waktu musim panas dan musim hujan. Tapi kok saya gak inget ya. Ya itu, mumet nya kambuh lagi tuh.

Pak Herson menerangkan konsep dari TC itu sendiri. Ternyata beliau ini ingin sekali memberikan konsep nyaman dan friendly bagi para tamu yang datang. Jadi konsep TC tidak hanya sebagai tempat beli kopi, tapi juga sebagai tempat untuk kongkow dengan teman, rapat dengan klien bisnis, bekerja bahkan untuk ngelamun. (Yang terakhir ini saya yang nambahin kok. Hehehehehe....). Bahkan beliau juga sempet menceritakan profil dari pelanggan yang sering datang ke TC. Mulai dari para tamu yang datang dengan celana pendek, sampai ada tamu spesial yang katanya kalo datang ke TC itu kayak ngantor aja – dari pagi sampai malam. Jadi orang-orang yg datang ke TC tuh ternyata lebih hapal dengan si tamu spesial ini yang ngantor di TC ini daripada dengan Mas Herson. (Duh, kasian amat, Mas....). Jadi, kata Mas Herson, kalo datang ke TC, di jamin deh gak bakalan diusir kalo duduk ber jam-jam walau cuma mesen segelas kopi.

Mas Herson juga menjelaskan bahwa skill yang dia punya mengenai perkopian itu didapat mulai dari rasa ingin tahunya yang besar mengenai kopi (karena memang beliau suka banget ngopi), lalu mulai belajar sendiri dari ngobrol-ngobrol maupun baca buku, sampai...kalo sekarang...ya itu, dari masukan para pelanggannya yang sering datang ke TC dan banyak ngobrol sama dia.

Di TC ini juga menjual berbagai macam alat pembuat kopi. Tapi waktu saya lihat harganya, wih....mahal rek. Tapi mungkin kualitasnya juga bagus. Well, gak tau deh. Wong gak beli kok.

Sssttt....ada bocoran dari Mas Herson yang bilang kalo TC mau buka cabang di Jl. Kemang Utara. Wah...selamat ya!!!!!

Akhirnya perbincangan yang hangat pun harus diakhiri karena Mas Herson sudah ada janji lain sore itu.

Setelah berembuk kiri-kanan sampe benjol, akhirnya saya dan Imelda sepakat saja ketika Tiur membajak kami ke resto Lang Viet- nya mbak Effie. Iya lah...makan dulu aja....masa' di hajar terus-terusan sama kopi.

Resto Lang Viet
Wijaya Grand Center
Blok F36 / B
Jakarta
Tel: 021-720-6871

Gak susah kok nyari resto Lang Viet (LV) ini. Bagi yang tau Supermarket Cosmo, nah LV ini nih satu kompleks lah sama Cosmo. Apalagi, saya khan numpang mobilnya Tiur. Hehehehhe...

Nah, waktu masuk ke LV, ternyata sudah ada temannya Tiur yang sudah menunggu kami. Duh, kok lupa namanya ya. Pokoknya cantik lah...hehehehee.

Saya juga sejak awal masuk ke LV ini udah ribut sana sini nanyain apakah ada tempat pijet di dalam LV ini. Ini bukan karena kepala saya yang mau pecah lho. Tapi aroma dari LV ini mengingatkan saya pada tempat pijat refleksi langganan saya. Ternyata setelah seladak-selidik kiri dan kanan, saya baru tahu kalo aroma segar nan meng-kalem-kan badan yang saya cium itu berasal dari daun mint yang menjadi salah bahan masakan di LV ini. (Duh Trid, kalo mau pijet mah ke sebelah nya aja...jangan di sini atuh!!)

Di LV ini kami memesan berbagai macam makanan. Tapi saya bener-bener lupa menu yang kita pesan apa saja, karena lupa alias tidak ingat. Ya itu, balik lagi ke masalah mumet nya kepala lantaran dihajar sama kopi seharian. Weleh...weleh...kok ngene yo!!
Jeleknya lagi, di LV ini saya kok malah pesen kopi lagi. Duh...kok gak kapok-kapok ya.
Tapi kok Kopi Viet nya LV ini encer ya?

Tapi beberapa makanan yang kami pesan di LV yang masih saya ingat adalah:

1. Salad Mangga Muda – wah....mangganya bener-bener muda, cocok sekali buat ngerujak atau buat para ibu-ibu hamil yang sedang ngidam. Tapi memang rupa dan rasanya kayak rujak serut tuh.
2. Lumpia – nah, yang ini ada 2 atau 3 macam lumpia dalam satu piring. Kalo gak salah, yang satu direbus dan yang lainnya di goreng. Enak kok. Tapi inget, beda lumpia, beda saosnya lho. Jadi, saosnya ya ada 2 atau 3 juga. Saya bener-bener lupa isi lumpia nya apa, wong kepala sudah mau pecah tuh. Tapi pokoknya, rasanya enak kok.
3. Dessert yang namanya Xu Xe – kalo gak salah ini kayak kue ketan yang di isi dengan parutan kepala yg dikasi gula merah yang di masak di dalam daun. Wuah...baunya harum lho, bau nya daun. Hmmm.... Kalo udah ber ehm ehm gini gak usah dikasi tau kayak apa khan rasanya. Saya sempet juga bercanda sama mbak Effie, kalo namanya kue ini Xu Xe, makannya juga Xu Xe deh alias suseh..... Hehehehhee... Abis ribet amat. Sayang banget sama daunnya yang cantik. Lho kok bisa gitu? Penasaran khan? Ya udah...pada ke sini aja.

Mbak Effie sang GM nya LV sempat menemui kami. Beliau sempat minta maaf soal kopi Viet nya yang salah bikin. Dia pun baru tahu cara bikinnya kopi ini dari seorang tamu bule yang duduk di sebelah meja kami. Tapi kami ngerti kok, khan LV ini baru buka. Jadi cincay lah. Asal next time better aja.

Mbak Effie juga sempat menunjukkan kepada kami beberapa isi perut dari LV. Mulai dari daun-daun segar yang mereka pakai dalam memasak, kulit lumpia yang bentuknya bagus kayak tiker, dll. Beliau juga menunjukkan dapur tempat memasak dan lantai 2 dan 3 dari LV ini. Lantai 1 dan 2 memang dipakai untuk resto, sedangkan lantai 3 dipakai sebagai gallery untuk tempat display barang-barang Vietnam yang akan di jual dan sebagai tempat baca. Barang-barang yang dijual itu macam-macam, mulai dari tas, sandal, serbet, taplak, dll yang semuanya diambil dari Vietnam. Sedangkan lantai 4 dipakai sebagai kantor.

Pelayan di LV ini terutama para ibu tukang masaknya sangat ramah sekali. Mereka akan sangat senang sekali bila kita melihat-lihat dapur mereka. Mereka dengan senang hati menerangkan bahan apa saja yang dipakai waktu memasak. Hmmm....jadi kepikiran untuk belajar masak sama mereka. Bahkan saya sempat beberapa kali bercanda dengan mereka. Kata mbak Effie, mereka-mereka ini adalah orang yang sudah ikut bekerja bertahun-tahun dengan pemilik LV ini.

Mbak Effie juga sempet-sempet nya nunjukkin salah satu keajaiban yang ada di resto ini. Yaitu meja bercorak naga. Wah...temen gue dong. Khan gue shio naga. Jadi waktu itu, lampu ruangan dimatiin, lalu lampu di meja di nyalain...kelihatan deh naganya. Meja yang mana? Nah, liat aja sendiri ya.

Saya berjanji, pasti akan ke LV lagi deh. Tentunya dengan kondisi yang lebih baik lagi, yaitu belum teracuni kopi dan teman-teman sebangsanya.

Paling tidak, saya belajar satu hal lah. Gila kopi sih OK-OK aja, asal tau diri. Kalo di suruh bikin tour ngopi lagi....wah....ayo aja sih, tapi paling tidak persiapan mental, jiwa dan perbekalannya mesti mateng dulu lah. Kalo enggak, wah....nanti kepala bisa pecah lagi!!!!

Alhasil, saya lemas dan tidak bisa tidur semalaman. Kasian deh gue!!!!
Tapi memang, kadang-kadang kita tidak menyadari bahwa kandungan kopi yang dibikin di cafe-cafe bisa lebih tinggi kadar caffeine-nya dibanding dengan kandungan kopi yang di bikin di rumahan. Ini terbukti bahwa kalo di rumah atau kantor, saya harus minum 6 gelas kopi dulu, baru feel OK. Nah, begitu nyoba ngopi di kafe, baru 3 gelas aja udah mulai cenat-cenut.

BTW, lately, ketika saya belanja di StarMart yang ada di gedung kantor saya, saya sempat melihat kopi Warung Tinggi. Disana tercantum bahwa ini kopinya Tek Sun Ho sejak 1878. Hah??? BK dong?
Lalu ketika saya konfirmasikan ini kepada Mas Hendra, beliau mengamini bahwa kopi Warung Tinggi itu pemiliknya masih satu keluarga, masih generasi ke 3, Om nya lah kalo di hitung-hitung dalam urutan keluarga beliau. Dan memang kopi ini di produksi secara massal untuk di jual di pasar swalayan. Dan kalo soal rasa antara kopi Warung Tinggi dengan kopi di BK, Mas Hendra bilang: ”Silahkan di coba dan di bandingkan.”
Wah....mantaaaapppp jek!!!!!!

Salam ngopi,
Astrid

For any comment or question, please send email to: astrid-amalia@angelfire.com

No comments:

Post a Comment