16 December 2008

YOGA – THE BREATH OF MY LIFE

This is my story about the long road I had to take to find yoga that has become the breath of my life.

I will not discuss about the philosophy and teaching method of yoga, as I am not the right person to discuss about those. I will let the experienced yoga teachers to explain these. I just want to share the story to the world why I love yoga.

It has been a year that I learned about yoga. When I joined my gym, Fitness First, two years ago, I only exercised at weigh-lifting and treadmill areas only, without joining any class provided in the club, including the Mind & Body yoga class. I laughed at the people who practiced yoga at the class by saying: "Why do I have to do that kind of useless stretching? To long and too slow for me. I am afraid to get sleepy. I’d rather do the weigh-lifting and running."

Even when looking at the people who practiced yoga through the glass-wall, I thought that they did not move anywhere.

Time went by, and I was still fat hehehe. I did numerous tight diets. Name it: detoxification with fruit, stop eating rice, etc. They only gave a yo-yo effect in my body.

One day, at the fasting month in October 2007, I felt that I wanted to exercise without spending my energy at the fasting month too much. So I started to thing about yoga as a very good alternative. I told myself that a little bit of stretching would not make me tired.

But I was wrong. Wait, why? Hehehe. Here comes my first experience in yoga class.

At that time, I joined the Dynamic Flow yoga class. The Dynamic Flow is a yoga class for trained yoginis or at least for those who practice regularly, as the movement at the class is very fast with some difficult yoga poses. From the beginning to the end of the class, my purpose to relax and easy at the class was totally failed. The yoga movement looked so slow and easy, but then I realized that they were difficult, hard and heavy. At this first class, I fell for so many times as I could not lift and hold my own body. After one hour joining this yoga class, my opinion about yoga had changed. The yoga movements are so challenging and hard, even harder than my usual exercise at the weight-lifting area.

After the class, the yoga guru said something that made me curious about yoga. While touching my shoulder, he said: “You did not use your energy."

What??? Why did he say this after all the flip-flops that I did in the class? Wait the minute, what is energy? That was really the questions that triggered me to join the yoga class for good.

So, at the fasting month, I did yoga once a day, while I still did my weight-lifting exercise. At the second and third months, I increased the yoga practice to two times a day. After three months, I felt that the yoga practice was not enough without having good knowledge about it. So I started to look for the yoga books to understand it very well. Some of the yoga books I read during my first yoga learning were: Healthy and Balance Living with Yoga (Pujiastuti Sindhu), 10 Minutes of Yoga (Donald Butler), Classical Yoga (Vimla Lalvani), and Understanding Everything about Yoga (Cynthia Worby).

I also practiced my yoga at home through the VCD I bought: VCD from the book of Pujiastuti Sindhu, Yoga for Strengths (Linda Arkin), Yoga Mind & Body (Ali MacGraw) and Yoga Exercise Workout (Jane Fonda).

Finally, yoga has become the most important thing in my life. I just feel that I can not live without yoga.

Yoga has become the breath of my life as yoga also gives me some positive effects in my body, such as: I go to sleep easier, I lost water retention sickness, I realize that I have so many weaknesses, I lost the fat around my body, my body finally has a real curve, I become stronger, I can easily control my emotion, I become more patient, easy to concentrate and focus, and many other things that I can not mention. Maybe I will write another note to discuss about it.

Today, my yoga schedule is almost like my eating schedule. Between two to four yoga classes a day, 6 days a week. What impress me is that morning yoga is just like a morning cup of coffee in my breakfast.

Some of the yoga teacher told me to slow down my yoga schedule, so my body can take a rest. And my answer is: “What can I do? When I found my passion in yoga…."

That is the entire long road that I took to know and fall in love with yoga.

I want to thank God who introduces me to yoga, a lifestyle that makes my body healthy, and repairs the way I think and the way I live my life. I believe that God has His own plan. I do not have to tell the world on how many things that happened before I met yoga, but I think if God wants it, then be it.

I also want to thank to all of my yoga gurus in Fitness First who taught me yoga, other yoga gurus that I meet outside of my safe-haven, and all of my yoga buddies who share the suffering when we are slaughtered by the yoga gurus. There is always broken air-conditioner in our yoga mat hahaha.

Once again, this is a personal note from me, a person who loves yoga just the way it is. For those who disagree on this note, please let me live my life with this yoga that I really love. For those who agree and happen to like yoga too, let’s walk hand in hand in the yoga path, the path of peace and love.

Namaste!

12 December 2008

YOGA - NAFAS DARI HIDUPKU

Catatan ini adalah sekelumit perjalanan panjang saya menuju yoga yang telah menjadi nafas di dalam hidup saya. Saya tidak akan membahas yoga terlalu dalam, baik dari segi pengajaran maupun filosofinya, karena saya memang bukan orang yang tepat untuk membahas hal-hal tersebut. Biarkanlah para guru yoga yang sudah mahir yang menjelaskannya. Saya hanya ingin berbagi cerita kepada seluruh dunia mengapa saya mencintai olahraga yang satu ini.

Sudah setahun ini, saya mulai mendalami yoga. Awalnya ketika saya bergabung di tempat olahraga saya di Fitness First dua tahun yang lalu, saya hanya melaksanakan olahraga saya di tempat alat-alat angkat berat dan mesin treadmill saja, tanpa mau melirik kelas yang tersedia di tempat ini, termasuk kelas yoga yang diberi nama "Mind & Body". Saya sih awalnya malah mencemooh soal olahraga yoga ini.

"Ngapain juga sih stretching gak jelas gitu? Kelamaan dan terlalu pelan. Entar ngantuk aja deh. Mendingan angkat beban dan lari aja deh. Kiamat kali kalo gue masuk kelas itu."

Itulah sekelumit pernyataan dari saya waktu dulu melihat orang latihan yoga di kelas "Mind & Body" ini. Apalagi kalau melihat gerakan-gerakan yoga di kelas itu dari dinding kaca. Kok keliatannya gerakannya begitu-begitu saja ya.

Waktu pun berlalu, seiring dengan tidak adanya pengurangan lemak di tubuh saya hahaha. Saya sempat diet ketat, mulai dari detox buah, tidak makan nasi, dan lain-lain. Itu semua hanya memberikan efek yo-yo di badan saya.

Sampai pada suatu hari, tepatnya pada saat bulan puasa di bulan Oktober 2007, saya merasa bahwa saya tetap mau berolahraga tapi yang tidak terlalu menghabiskan tenaga saya di bulan puasa tersebut. Saya pun mulai melirik yoga sebagai alternatif bagus. Sedikit stretching tidak akan membuat saya lemas, itulah pemikiran saya pada saat itu.

Tapi, ternyata saya salah. Loh salah kenapa? Hahaha. Ini dia pengalaman pertama saya di kelas yoga.

Pada saat itu, saya masuk ke kelas yoga yang bernama “Dynamic Flow”. Kelas yoga “Dynamic Flow” merupakan kelas yoga untuk para yoginis yang sudah terlatih atau paling tidak sudah sering ikut kelas yoga, karena berisi gerakan-gerakan yoga yang cukup sulit dengan perubahan gerakan yang cukup cepat. Dari awal sampai akhir kelas, tujuan saya untuk santai-santai berolahraga menjadi gagal total, karena akhirnya saya menyadari gerakan-gerakan yoga itu cukup sulit. Gerakannya memang kelihatannya lambat dan gampang, tapi ternyata gerakannya cukup berat dan rada susah. Di kelas pertama saya ini, sering kali saya jatuh terjerembab karena tidak bisa menahan beban badan saya sendiri. Setelah satu jam mengikuti kelas yoga pertama saya, pemikiran saya terhadap yoga ini mulai berubah. Ternyata yoga itu berat dan menantang juga gerakannya, bahkan lebih berat dari olahraga angkat berat yang biasa saya lakukan.

Ada satu peristiwa yang membuat saya semakin penasaran dengan yoga ini. Ketika kelas pertama saya berakhir, sang guru yoga pun memegang punggung saya dan berkata: "Ah, lo ga pake energi lo sih."

Hah??? Kok guru yoga yang satu ini bisa seenaknya berbicara seperti itu ya setelah saya jungkir balik plus terjerembab di kelas yoga ini? Loh, apa pula energi itu ya?

Itulah pertanyaaan kesekian yang memicu saya untuk pantang mundur di kelas yoga ini.

Jadilah, selama bulan puasa itu, saya setiap hari mempunyai jadwal yoga sekali dalam sehari, sambil tetap diselingi dengan angkat beban. Mulai masuk bulan ke dua dan ke tiga, frekuensi saya beryoga mulai meningkat menjadi 2 kelas yoga perhari. Setelah 3 bulan beryoga, saya kok merasa tidak cukup hanya berlatih yoga saja tanpa memiliki pengetahuan tentang olahraga yang satu ini. Mulailah saya mencari buku-buku yoga supaya saya tambah mengerti tentang yoga ini. Beberapa buku yoga yang saya baca diawal perkenalan saya dengan yoga adalah: Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga (Pujiastuti Sindhu), Seri 10 Menit Yoga (Donald Butler), Yoga Klasik (Vimla Lalvani), dan Memahami Segalanya tentang Yoga (Cynthia Worby).

Belum lagi sejumlah VCD yang saya beli untuk menemani latihan yoga saya di rumah, yaitu: VCD bonus dari bukunya mbak Pujiastuti Sindhu, Yoga for Strengths (Linda Arkin), Yoga Mind & Body (Ali MacGraw), dan Yoga Exercise Workout (Jane Fonda).

Yoga pun akhirnya telah menjadi sesuatu yang paling penting didalam kehidupan saya. Saya kok merasa kalau saya tak bisa hidup tanpa yoga. Yoga telah menjadi nafas di dalam kehidupan saya. Ini semua karena saya merasa ada efek-efek positif yang timbul di badan saya setelah saya rajin beryoga. Beberapa efek-efek positif itu adalah: tidur saya menjadi lebih lelap dan berkualitas, penyakit "water retention" saya mulai hilang, saya mulai menyadari bahwa saya punya banyak kelemahan, lemak dibadan saya perlahan-lahan mulai hilang dan badan saya pun punya bentuk yang lumayan, tubuh saya perlahan-lahan menjadi kuat, saya jadi mudah mengontrol emosi saya yang dulunya meledak-ledak, saya menjadi lebih sabar, konsentrasi saya bertambah, dan lain-lain yang masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan. Mungkin nanti saya jelaskan di kesempatan yang berikutnya.

Ketika tulisan ini dibuat, jadwal saya beryoga sudah seperti jadwal makan saya, yaitu 2 sampai 4 kelas perhari, baik pagi maupun sore, 6 hari seminggu. Yang paling mengesankan adalah yoga di pagi hari adalah ibarat secangkir kopi di kala makan pagi.

Ada beberapa guru yoga saya yang sedikit memperingatkan saya untuk tidak terlalu memforsir jadwal latihan saya dan menyarankan untuk memberi istirahat pada badan saya. Jawaban saya pun hanya seperti ini: "Abis gimana ya, udah cinta sih…"

Begitulah sekelumit proses perjalanan saya dalam mengenal dan akhirnya jatuh cinta kepada yoga.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang sudah mempertemukan saya dengan yoga, sebuah olahraga yang tidak hanya menyehatkan tubuh saya, tetapi juga membetulkan cara berpikir dan cara hidup saya. Saya percaya bahwa Tuhan memang punya rencana-Nya sendiri. Tidak perlu saya ceritakan berapa banyak kejadian yang terjadi sebelum saya menemukan yoga ini, tapi dari sini saya pun berpikir bila Tuhan memang punya mau, pasti segalanya terjadi.

Saya juga mau mengucapkan terima kasih pada semua guru-guru yoga saya di Fitness First yang selama ini mengajarkan yoga kepada saya, semua guru-guru yoga yang saya temui di dunia luar dan teman-teman sesama pecinta yoga yang selama ini berbagi penderitaan bila dibanting di kelas yoga. Selalu ada "AC bocor" di matras kita ya hahaha.

Sekali lagi, catatan ini hanyalah sebuah catatan pribadi dari saya yang begitu mencintai yoga apa adanya. Bila ada yang tidak setuju dengan catatan ini, tolong biarkanlah saya hidup dengan yoga yang saya cintai ini. Bila ada yang setuju dan juga menyukai yoga, mari kita sama-sama bergandengan tangan berjalan di jalan yoga yang penuh cinta dan kedamaian.

Namaste!

13 May 2008

Kedai Ngopi Anomali



Anomali Coffee
Jl. Senopati Raya No. 35
Jakarta
Tel: +6221-5292-0102

Pada suatu hari, tepatnya 8 bulan yang lalu, aku tiba-tiba mendapatkan email dari Abgari alias Abgar yang menanyakan tentang kegiatan ngopi-ngopiku. Hmmm, ternyata dia mau bikin tempat ngopi sendiri tuh.

Gak lama juga setelah itu, dia juga udah mulai ngundang-ngundang ke tempat ngopinya dia yg udah jadi gitu. Namanya Anomali Coffee.

Seliweran gitu, tiba-tia aja udah banyak media yang mengulas tentang Anomali Coffee ini. Termasuk sahabat dekatku, si Ree, yang ternyata udah main-main ke kedai kopi Anomali ini. Yah, keduluan dong.

Akhirnya, pada hari minggu yang lalu, setelah ikut 3 kelas yoga yang bikin badan capek dan lapar berat, aku dan sahabat jepangku, Kaori, memutuskan untuk mencoba menyambangi tempat ini.

Setelah nelpon Abgar nanyain ancer-ancernya Anomali, ternyata deket banget deh sama tempat nge gym kita. Yeah OK dee, langsung brangkat yuk.

Setelah sampai ditempat, wah tempatnya cozy banget ya. Bukan cozy yang eksklusif gitu ya, mungkin lebih mengarah ke suasana gudang gitu. Soalnya beberapa sudut di Anomali ini interiornya bernuansa unfinished gitu. Asli, kayak gudang bawah tanah aja.

Setelah melihat sekeliling, akhirnya kita memutuskan untuk naik ke lantai 2 dan duduk dibalkon luar. Eh tiba-tiba salah satu pelayan bilang kemungkinan akan hujan dan rada-rada merintah kita untuk pindah ke bagian dalam. Ye, gimana sih, kita kan mau menikmati udara segar. Tapi karena sore itu terlalu indah dan kita sedang malas untuk berdebat panjang lebar, maka kita nurut aja.

Begitu pindah ke dalam, kita ambil posisi yang nempel ke jendela kaca dan mulai memilih menu. Kaori memesan Caramel Nut Latte, sedangkan saya memesan Black Forest Latte. Untuk cemilannya, kita memutuskan untuk berbagi Anomali Club Sandwich. Cemilan kok sandwich sih hehehe.

Setelah menunggu beberapa saat, maka minuman pun datang. Caramel Nut Latte nya Kaori terasa mirip-mirip Caramel Caffe Latte dari kedai kopi sebelah. Hayo, kedai kopi yang mana tuh hehehe. Sedangkan Black Forest Latte saya terasa lebih nikmat. Apalagi didasar minuman saya ada butiran-butiran nikmat. Jadi rupanya minuman nikmat ini dibuat dari campuran kopi, krim dan cake black forest. Hmmm pantes aja enak.

Lalu kemudian, cemilan pun datang. Ah ternyata ini bukan sembarang cemilan. Sandwichnya terdiri dari 4 potong dan cukup lumayan utuk konsumsi kita berdua. Isinya ada lembaran keju, smoke beef, sayuran dan saus. Untuk rotinya, kita memilih jenis whole wheat. Hidup sehat gitu loh. Sandwichnya enak kok. Ini sandwichnya yang enak atau memang pada dasarnya kita udah kelaparan ya setelah melaksanakan pengencangan otot-otot malas di 3 kelas yoga hehehe.

Begitu sandwichnya abis, eh si Abgar nongol tuh. Langsung deh dia bergabung di meja kita dan ngobrol ngalor ngidul soal Anomali.

Anomali ini ternyata hanya menjual kopi single origin. Jadi kopinya asli dari satu tempat. Ini berarti juga bahwa sebanyak apa pun perkebunan yang ada di satu tempat meghasilkan satu macam kopi. Jadi apabila kita mengambil hanya kopi terbaik dari satu tempat dan menggorengnya dengan sempurna, kopi yang kita dapet pasti nikmat banget.

Kopi-kopi yang dijual di Anomali ini semuanya berasal dari tanah air Indonesia. Wuih nasionalisme banget ya. Semua jenis kopi di Indonesia ini ada, mulai dari Java Jampit, Toraja, dan lain-lain. Anomali ini juga punya mesin roaster sendiri yang diletakkan di tengah-tengah ruangan di lantai 1. Makanya Anomali juga menyebut diri sebagai Specialty Coffee Micro-Roaster. Sedangkan gudang kopinya diletakkan di tengah-tengah tangga menuju lantai 2. Lucu juga ya konsepnya. Anomali ini juga ternyata terdaftar di dalam Specialty Coffee Association of America. Ini supaya kualitas dan standar di Anomali ini tetap terjaga. Sedangkan konsep interior Anomali ini memang sengaja dibikin unfinished, karena memang ingin menciptakan suasana kayak di gudang kopi.

Abgar sendiri mengaku kalo dari dulu sudah tertarik dengan kopi dan belajar sendiri tentang kopi dari browsing-browsing di internet. Dia dan partnernya, Irvan Helmi, adalah orang-orang yang menggoreng kopi-kopi di Anomali ini. Mereka ini memanggil diri mereka sendiri sebagai Coffee Chief. Haiyah!!

Waktu ngomongin soal biji-biji kopi, tiba-tiba aja Abgar minta pelayannya untuk nyeduh kopi tubruk dari varian Java Jampit. Wuih coffe cupping dong!! Ketika kopi tubruknya dateng, Abgar dengan gayanya langsung ngaduk-ngaduk kopinya dan ditutup dengan ngetuk-ngetuk bibir cangkir dengan sendok. Gaya lo, Gar!! Waktu di icip-icip, memang kopi tubruknya nikmat banget. Sedap bowww.

Icip-icip kopi kan gak lengkap kalo gak ngunyah biji kopi. Setelah biji kopi terhidang diatas piring kecil, langsung aja deh tangan ini ngambil beberapa butir biji kopi dan mengunyahnya. Nyam nyam nyam. Garing dan gurih kayak makan kacang aja. Kaori pun dapet pengalaman baru, kalau ternyata biji kopi juga enak dikunyah. Asal biji kopinya baru di goreng ya. Kalo jarak dari menggoreng dan mengunyah biji kopi ini sudah terlalu lama, kira-kira lebih dari 2 minggu, ya pastinya rasa biji kopinya udah ga nikmat lagi dong.

Setelah asyik ngobrol ngalor ngidul, Abgar mempersilahkan kita untuk touring de Anomali ini, sambil nunjukin mesin penggoreng, gudang kopi dan coffee barnya. Yang menarik adalah poster gede diatas gudang kopi yang berisi pengumuman untuk mendukung petani kopi Indonesia dan kopi Indonesia itu sendiri. Yup mari kita dukung ya!!

Oh iya, Anomali ini juga menyediakan fasilitas free hotspot untuk berselancar di dunia maya. Tapi sayang, saya lagi ga bawa laptop tuh.

Setelah puas ngobrol-ngobrol, nanya-nanya dan jalan-jalan di Anomali ini, maka saya dan Kaori memutuskan untuk mengakhiri hari yang indah itu dan kembali ke rumah masing-masing.

Mungkin lain kali, saya akan kembali lagi ke Anomali. Tentunya sambil menenteng si Mr. White Mekbuk dan nongkrong dipojokan sambil menikmati kopi.

Selamat menikmati beberapa foto-foto yang diambil di Anomali ini ya!!











Anomali Café



Anomali Coffee
Jl. Senopati Raya No. 35
Jakarta
Tel: +6221-5292-0102

About 8 moths ago, I received an e-from Abgari or Abgar who asked about my drinking coffee activities. Well, actually he wanted to build his own café. Not long after that, he also invited me to come to his café, Anomali Coffee.

Then I found out that there was media coverage about this Anomali Coffee. One of them was my best friend, Ree. She went there before me hehehe.

The last Sunday, after working out at 3 yoga classes that made this body tired and hungry, I and my Japanese friend, Kaori, decided to go to the Anomali Coffee.

After calling out Abgar asking for the way to get there, we found out that Anomali is quite near from our gym. Yippee let’s go, girls!!

When we arrived, the place is so cozy. Not that exclusive cozy, but this is more to warehouse environment. Some of the interior of Anomali were left unfinished, just like an unfinished warehouse.

After observing the area, we decided to move upstairs to the second floor and sat at the chairs at the outside balcony. Suddenly, a waitress told us that rain might come and a bit ordering us to sit inside. Eh what?? Hey, we wanted to get some fresh air here. But anyway, as the day was too beautiful to argue with unimportant matter, then we did what the waitress wanted.

As we moved inside, we took the chairs next to the glass windows and started to order from the menu. Kaori ordered Caramel Nut Latte, and I ordered Black Forest Latte. For our snack, we chose to share the Anomali Club Sandwich. What kind of snack sandwich is hehehe.

After waiting for some moments, then our drinks came. The Caramel Nut Latte that Kaori ordered tasted like the Caramel Cafe Latte from the other café. Eh, which café is it hehehe. Try to guess, OK. Meanwhile, my Black Forest Latte tasted better. At the bottom of the drink, I could find some delicious granules. So this delicious drink was made from the mix of coffee, cream, and black forest cake. So delicious!!

Then finally, here comes our snacks. This was not just some snacks. The sandwich came in 4 slices and was big enough for both of us. Inside the whole wheat bread, there were cheese slices, smoke beef, some vegetables and sauce. A very healthy snack. The sandwich was delicious. Was it delicious or were we to hungry after stretching our lazy muscles at 3 yoga classes hehehe.

Abgar came right after we finished our sandwich. He joined our table and chat around about Anomali things.

Anomali only sells single origin coffee. A single origin is a coffee from one region. This simply means that many plantations from one region contribute to a coffee type. When you take only the best beans from a specific region and roast them to perfection the coffee you get is truly remarkable.

All coffee in Anomali comes from the land of Indonesia, such as Java Jampit, Toraja, etc. Anomali has its own roaster machine. It is placed in the middle of the area at the first floor. That is why Anomali also call itself as Specialty Coffee Micro-Roaster.

Its coffee storage is placed in the middle of stairs to the second floor. Interesting concept!! Anomali is listed in the Specialty Coffee Association of America. This is to keep the quality and standard of Anomali in shape. As I said earlier, the interior of Anomali is left unfinished to create the coffee warehouse environment.

Abgar said that he was interested in coffee from a long time ago and learned it by himself from browsing at the internet. He and his partner, Irvan Helmi, are the coffee roasters in Anomali. They call themselves as the Coffee Chief. Yeah!!

When talking about coffee, suddenly Abgar asked a waitress to make a black coffee using the Java Jampit beans. Yup let’s start the coffee cupping!! When the black coffee came, Abgar stirred and knocked the side of the cup using a spoon with style. Yeah right, that kind of style!! And yes, the coffee tasted so nice.

The coffee cupping would not be completed if we did not chew the coffee bean. The beans come on a small plate, and we chewed them just like chewing some nuts. So crunchy!! And Kaori got a new experience that chewing coffee beans is also nice. The rule is that the beans should be fresh roasted within 2 weeks. If we chewed over 2-weeks-old beans, then the beans would not be so crunchy and nice.

After we chat around here and there, Abgar allowed us to go touring in Anomali. He showed us the roaster machine, the coffee storage, and the coffee bar. The most interesting part was the big banner above the coffee storage that urges the readers to support the Indonesian coffee farmers and the Indonesian coffee itself. Yep, let’s support that!!

By the way, Anomali provides free internet hotspot facility for its guests to surf on the internet. Sadly that I did not bring my laptop that time.

After all the chat, questions and tour in Anomali, I and Kaori decided to end the beautiful day and went back to our homes.

Maybe next time, I will go back to Anomali and bring my white Mac book and sit in the corner while enjoying a cup of hot coffee.

Enjoy some pictures I took in Anomali!!











25 April 2008

Dinner in Japanese style

When I had an idea to have a dinner in Japanese style, my Japanese friend, Kaori, offered he house to be used as the place to do the dinner. Cool!!!

We did the dinner on the last Saturday night, after stretching our lazy muscles at 3 yoga classes. In the situation like this, our stomach deserved to be treated well with some delicious food.

Our first target was the Japanese supermarket called Papaya in Melawai area. When we arrived there, we found out that they didn’t have sushi anymore. So we only bought some fried food and sashimi. Kaori also did her monthly shopping for her kitchen and chatted with some of her Japanese friends. Some of the stuffs that she bought were a part of the food that she would cook that night. So Kaori would cook… Yeaaahhh!!!!

After finishing our shopping, we went to her house and started the cooking process.

Kaori started to cook the rice that she would use to make sushi. She mixed the Japanese rice, a bit of sugar and vinegar. It should be served cold so we can use it to make sushi.

While cooking mishosu shiru soup wit some vegetables, she heated the fried food, the grilled fish and also fried Hangpeng. Hangpeng is made from fish and flour. Hangpeng was fried with a bit of wijen oil.

She then cut the sashimi and placed them on top of some fresh vegetables.

And…. The dinner started……

After eating the mishosu shiru soup, we made our own sushi. That cold Japanese rice was placed on top of the seaweed sheet. We should press the rice so it would stick to the seaweed. After that, we can put anything on top of that. Anything like grilled fish, sashimi, or even the Japanese snack.

Besides all the food that I mentioned, there were also the Japanese tea made from rice, and the sake in the box.

The point is we enjoyed our dinner. We ate the food that Kaori cooked, and also chatted about anything that made us laugh. Happy belly, happy heart….

Below is some of the picture of the food from the dinner. Enjoy!!!













Makan malam ala Jepang

Ketika tiba-tiba punya ide untuk makan-makan ala Jepang di rumah sendiri, sahabatku yang berasal dari Jepang, Kaori, lalu menawarkan diri untuk memakai rumahnya sebagai tempat untuk makan-makan. Wow, asyiikkkk dong……

Akhirnya rencana ini dijalankan pada hari sabtu, setelah melaksanakan pengencangan otot-otot malas di 3 kelas yoga. Dalam keadaan seperti ini, perut rasanya berhak dimanjakan oleh makanan yang nikmat-nikmat.

Target pertama kita adalah supermarket jepang bernama Papaya di kawasan Melawai. Ketika kami sampai di tempat ini, ternyata stok sushi nya sudah habis. Yaahhhh….. Akhirnya kita hanya membeli makanan gorengan berbentuk kroket dan bakso, serta sashimi. Selebihnya, si Kaori melaksanakan aktifitas belanja bulanannya dan ngobrol-ngobrol dengan sesama kawan dari jepang. Beberapa bahan yang termasuk dalam daftar belanja bulanannya ternyata merupakan bahan-bahan yang akan ia masak untuk makan malam ini. Hmm… jadi si Kaori masak yaaaaa…… Yihaaa!!!!

Setelah selesai belanja, kami pun segera pergi ke rumah Kaori. Setelah sampai, acara masak-memasak pun dimulai.

Kaori mulai memasak nasi yang akan dipakai sebagai bahan utama untuk membuat sushi ala kita-kita. Bahannya adalah beras khusus dari jepang, sejumput gula dan cuka. Beras jepang yang sudah dimasak menjadi nasi di campur dengan gula dan cuka lalu di angin-anginkan sampai dingin. Nasi ini harus dihidangkan dingin agar bisa dipakai untuk membuat sushi.

Sambil memasak sup mishosu shiru yang ditambah dengan beberapa jenis sayuran, dia pun memanaskan beberapa gorengan yang kita beli di Papaya, ikan bakar dan juga sekalian menggoreng Hangpeng. Hangpeng ini adalah ikan yang diolah dengan tepung. Cara memasak Hangpeng ini adalah digoreng dengan sedikit minyak wijen sampai matang.

Kaori pun mengiris sashimi yang dihidangkan diatas beberapa lembaran sayuran hijau yang segar.

Akhirnya acara makan-makan pun tiba.

Setelah makan mishosu shiru, kami membuat sushi sendiri. Nasi khusus yang telah dingin ditaruh diatas selembar rumput laut sambil ditekan-tekan dengan sendok agar bisa menempel dan rata dengan rumput lautnya. Selanjutnya, ya terserah kita diatasnya mau di isi apa. Boleh di isi ikan bakar, sashimi, atau bahkan keripik jepang yan sudah tersedia di meja.

Selain makanan diatas, tersedia juga teh jepang yang terbuat dari beras, dan sake di box kertas.

Pokoknya nikmat deeehhh….. Sambil makan-makan masakan sendiri, juga ngobrol-ngobrol tentang berbagai hal yang membuat kami tertawa terbahak-bahak. Perut kenyang, hati pun senang.

Di bawah ini ada beberapa foto-foto makanannya. Silahkan menikmati !!!












21 February 2008

Rumah Mode - Bandung

Tempat ini usahanya berjualan baju dan makanan, tapi pada mahal tuh jualannya.

Tapi ga apa-apa lah, paling tidak mata ini bisa terhibur ngeliat yang indah-indah.

Indah apanya ya? Ya liat aja sendiri disini.

















































Rumah Mode - Bandung

This place is very nice.
It sells clothes and food, but they are expensive. Never mind lah, at least I can entertain myself.

How did I entertain myself? Just check the picture and enjoy yourself, OK.